Kejaksaan Agung Dinilai Langgar Putusan MK Terkait Eksekusi Mati Humprey Jefferson

ESTU SURYOWATI, Kompas.com – 28/07/2017, 12:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Eksekusi mati yang dilakukan Kejaksaan Agung terhadapterpidana mati kasus narkoba, Humprey Ejike Jefferson, dinilai melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 107/PUU-XIII/2015. Hal itu dikatakan Komisioner Ombudsman RI Ninik Rahayu, dalam jumpa pers, di Kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (28/7/2017). Humprey dieksekusi mati pada 29 Juli 2016.

Ninik mengatakan, menurut pelapor, yakni kuasa hukum Humprey, eksekusi mati seharusnya tidak dilaksanakan karena tengah proses pengajuan grasi tersebut. Ninik mengatakan, eksekusi mati terhadap Humprey melanggar putusan MK karena terpidana sedang mengajukan grasi.”Putusan MK tersebut menyatakan Pasal 7 (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Atas dasar (putusan MK) tersebut, pelapor mengajukan permohonan grasi,” kata Ninik.Pasal 7 (2) UU 5/2010 tentang Perubahan UU 22/2002 tentang Grasi menyebutkan, permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama dalam jangka waktu satu tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. Sesuai Pasal 13 UU tentang Grasi, bagi terpidana mati, kuasa hukum, atau keluarga terpidana mati yang mengajukan permohonan grasi, pidana mati tidak dapat dilaksanakan sebelum Keputusan Presiden tentang penolakan permohonan grasi diterima oleh terpidana.

Humphrey Jefferson Ejike Eleweke, alias Jeff, (Photograph: Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat-The Guardian.Com)

Selain itu, Ombudsman berpendapat, Kejaksaan seharusnya memberitahukan kepada terpidana dan/atau kuasa hukum, apabila terdapat pertimbangan lain sehingga eksekusi harus dilaksanakan lebih cepat.”Analisis Ombudsman, eksekusi tidak sesuai dengan ketentuan. Pemberitahuan eksekusi dilakukan kurang lebih 57 jam sebelum eksekusi,” kata Ninik. Ia menyebutkan, jika merujuk Pasal 6 (1) Undang-undang Nomor 2 PNPS Tahun 1965 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati, jaksa tinggi/jaksa memberitahukan terpidana tentang akan dilaksanakannya pidana mati pada tiga kali 24 jam (72 jam) sebelum pelaksanaan pidana mati. “Dalam kasus ini ada beberapa hak yang dilanggar oleh Kejaksaan Agung maupun PN Jakarta Pusat, penjatuhan hukuman mati setidaknya ada pemberitahuan tiga kali 24 jam dan itu tidak dilakukan,” ujar Ninik.

Avatar
About the author

Leave a Reply

ten − 8 =